Pagi ini, seperti biasa saya mencoba untuk mulai membiasakan diri berolah raga pagi, ya meskipun cuma bersepeda keliling kampus saja sih. Hehe.. Nah, yang berbeda pada pagi hari ini adalah adanya dosen saya yaitu Bapak Lantip yang sedang lari pagi dai area yang sama dengan saya bersepeda. Pertama kali ketemu, bapaknya tidak menghadap ke saya jadinya saya juga tidak menyapa. Tapi dalam hati saya berkata "Wah untung bapak gak liat. Hehee.." . Akhirnya melalangbuana lah saya ke berbagai penjuru kampus di ITS dengan menggunakan sepeda pancal milik kos saya. Setelah berkeliling, akhirnya saya hendak kembali ke kosan untuk mandi dan bersiap ke kampus. Nah, di area lain yang saya lewati, ternyata saya ketemu lagi dengan dosen saya tersebut. Namun bedanya kali ini, bapaknya menghadap ke saya dan seolah-olah bapaknya menunjukkan bahwa beliau pernah mengenal saya sebelumnya. Hehee.. jadinya saya menyapa bapaknya. hehe..
Yang saya bingungkan, kenapa ya seringkali kita merasa sungkan untuk menyapa orang-orang yang kita hormati. Misalnya ketika masih SD, apabila sewaktu-waktu ketemu guru sekolah ataupun guru ngaji, saya dan sepengetahuan saya juga sebagian besar teman saya selalu menghindar karena sungkan. Padahal sebenarnya orang-orang tersebut merasa biasa saja ketika kita sapa. Bahkan ketika waktu saya kecil, guru ngaji saya sempat cerita. Kenapa kita (murid-murid ngajinya) seolah-olah takut atau menghindar ketika ketemu dengan beliau entah di jalan atau dimana. "Padahal saya kan kan nggak menggigit". Candanya..
Mungkin, kalau menurut analisa saya sih, kita merasa sungkan karena kita merasa harus menjadi sosok yang "sempurna" contohnya dari sisi perilaku, penampilan, dll. sesuai dengan apa yang diajarkan oleh guru-guru kita entah itu di kampus, di sekolah, di tempat ngaji, atau dimana saja. Nah, karena kita selalu merasa belum memenuhi kriteria-kriteria seperti apa yang telah diajarkan sebelumnya, maka biasanya kita merasa sungkan ketika bertegur sapa. Tapi tidak hanya itu saja sih, masih banyak berbagai kemungkinan yang sering membuat kita sungkan kepada guru-guru kita, misalnya saja karena pernah berbuat kesalahan di sekolah, pernah dapat nilai jelek, ketangkap basah mencontek, tidak mengerjakan tugas, dll. Semakin dewasa sih memang rasa sungkan itu cenderung berkurang namun akan lebih baik seandainya sedari kecil kita terbiasa untuk tidak merasa "sungkan" untuk sekedar menyapa orang-orang yang kita hormati seperti guru tadi. :)
Yang saya bingungkan, kenapa ya seringkali kita merasa sungkan untuk menyapa orang-orang yang kita hormati. Misalnya ketika masih SD, apabila sewaktu-waktu ketemu guru sekolah ataupun guru ngaji, saya dan sepengetahuan saya juga sebagian besar teman saya selalu menghindar karena sungkan. Padahal sebenarnya orang-orang tersebut merasa biasa saja ketika kita sapa. Bahkan ketika waktu saya kecil, guru ngaji saya sempat cerita. Kenapa kita (murid-murid ngajinya) seolah-olah takut atau menghindar ketika ketemu dengan beliau entah di jalan atau dimana. "Padahal saya kan kan nggak menggigit". Candanya..
Mungkin, kalau menurut analisa saya sih, kita merasa sungkan karena kita merasa harus menjadi sosok yang "sempurna" contohnya dari sisi perilaku, penampilan, dll. sesuai dengan apa yang diajarkan oleh guru-guru kita entah itu di kampus, di sekolah, di tempat ngaji, atau dimana saja. Nah, karena kita selalu merasa belum memenuhi kriteria-kriteria seperti apa yang telah diajarkan sebelumnya, maka biasanya kita merasa sungkan ketika bertegur sapa. Tapi tidak hanya itu saja sih, masih banyak berbagai kemungkinan yang sering membuat kita sungkan kepada guru-guru kita, misalnya saja karena pernah berbuat kesalahan di sekolah, pernah dapat nilai jelek, ketangkap basah mencontek, tidak mengerjakan tugas, dll. Semakin dewasa sih memang rasa sungkan itu cenderung berkurang namun akan lebih baik seandainya sedari kecil kita terbiasa untuk tidak merasa "sungkan" untuk sekedar menyapa orang-orang yang kita hormati seperti guru tadi. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar